DEFINISI
KONSERVASI
Konservasi
adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam.
Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi
berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang artinya pelestarian atau
perlindungan. Sedangkan
menurut ilmu lingkungan konservasi adalah Upaya
efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang
berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang
sama tingkatannya.
Konservasi
harus meproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat
bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.
(
Shirvani ; 1984)
SASARAN
KONSERVASI
- Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian.
- Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini.
- Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian.
- Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi Lingkup Kegiatan.
KATEGORI
OBYEK KONSERVASI :
- Lingkungan Alami (Natural Area)
- Kota dan Desa (Town and Village)
- Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)
- Kawasan (Districts)
- Wajah Jalan (Street--scapes)
- Bangunan (Buildings)
- Benda dan Penggalan (Object and Fragments)
Berdasarkan
Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar
Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi
dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :
GOLONGAN
A
- Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
- Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
- Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
- Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.
- Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
GOLONGAN
B
- Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
- Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
- Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan.
- Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
GOLONGAN
C
- Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan.
- Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
- Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
- Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
Peran
Arsitek Dalam Pelestarian dan Pemugaran
Internal
:
- Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi
- Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
- Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan
Eksternal
:
- Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
- Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
- Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
- Memberikan contoh - contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.
Contoh Studi Kasus Konservasi Arsitektur
Lawang Sewu, Semarang
Lawang Sewu Awal 1900-an
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu
Lawang
Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor
dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun
1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu
disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat
setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut
memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai
seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga
masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang). Bangunan
kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor
Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api
Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando
Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian
Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan
sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di
Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi
pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan
Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan
Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai
salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut
dilindungi.
Saat
ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi
yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta
Api Persero.
Konservasi
Bangunan Lawang Sewu
Konservasi
dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menghambat atau melindungi bangunan
dari pengaruh penyebab kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang usia
bangunan. Bidang konservasi mempunyai tugas yang penting dalam pemugaran
bangunan cagar budaya yaitu sejak sebelum pemugaran, pelaksanaan pemugaran dan
setelah pemugaran selesai. Di dalam studi
pemugaran gedung Lawang Sewu ini, bidang konservasi melaksanakan
pekerjaan observasi kerusakan bahan bangunan, rencana penanganan termasuk bahan
konservasi yang digunakan.
Berdasarkan
trilogi teknik konservasi tentang :
- Pemahaman tentang kaidah dan estetika konservasi (nasional maupun internasional)
- Pemahaman tentang factor-faktor intrinsic dan ekstrinsik penyebab kerusakan dan pelapukan bangunan
- Perlakukan metode diagnostic dalam melakukan kajian-kajian teknik konservasi
Gedung
Lawang Sewu bagi masyakarat dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang Sewu bagi
pengelola bangunan. Menyadari bahwa warisan ini pada dasarnya tak terbarukan
(non renewable) dan perlahan tapi pasti akan punah, upaya pelestarian
menjadikan para pemerhati yang peduli akan nilai dan manfaat warisan budaya
berupaya dan berpikir positif bahwa masyarakat membutuhkan pembelajaran dan
pembuktian. PT Kereta Api (persero) dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin
dituntut untuk menjadi pelopor di bidang heritage management, salah satunya
adalah melestarikan warisan budaya dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya
memperkokoh jati diri perusahaan sekaligus sebagai bentuk Corporate Social
Responsibility kepada masyarakat.
Elemen Estetika dan Bahan Bangunan
Kantor
NIS dihiasi berbagai ornamen karya seniman dan pengrajin terkenal dari Belanda
di masa itu. Di ruang penerima terdapat kaca patri buatan JL Schouten dari
studio t’ Prinsenhof di kota Delft. Kaca patri ini sampai sekarang menjadi
salah satu daya tarik utama gedung ini. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi
ornament tembikar karya HA Koopman dan dibuat di pembakaran tembikar Joost
Thooft dan Labouchere. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi
tembaga sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu karya L Zijl.
Kecuali
batu bada dan kayu, semua bahan bangunan yang dipakai untuk gedung ini (di luar
pondasi) diimport dari Eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan dari
tambang batu granit di pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granis
sebanyak sekitar 350 m3 ini telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan
sesuai ukuran dalam gambar, sehingga ketika tiba di Semarang selanjutnya
dipasang tanpa perlu ada penyesuaian. Karena sarana transportasi pada masa itu
belum secanggih sekarang, sering terjadi kelambatan pengiriman yang pada
gilirannya mengganggu jadwal penyelesaian bangunan. Belum lagi kesulitan ketika
membongkar di pelabuhan dan membawanya ke lokasi proyek. Terdapat oranamen
relief di atas pintu utama. Relief ini menggambarkan rida kereta api bersaya
yang sampai masa Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang perusahaan kereta
api tersebut. Di atas rida bersayap terdapat relief makare seperti yang ada di
candi-candi di pulau Jawa. Tidak diketahui siapa seniman pembuatnya.
Sumber:
http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-lawang-sewu-dan-kemegahan.html
https://id.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar