Laman

Minggu, 31 Juli 2016

[Konservasi Arsitektur] Museum Bank Indonesia

Museum Bank Indonesia
Sumber: (https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Museum_Bank_Indonesia_2.jpg)

Museum Bank Indonesia adalah sebuah museum di JakartaIndonesia yang terletak di Jl. Pintu Besar Utara No.3, Jakarta Barat (depan stasiun Beos Kota), dengan menempati area bekas gedung Bank Indonesia Kota yang merupakan cagar budaya peninggalan De Javasche Bank yang beraliran neo-klasikal, dipadu dengan pengaruh lokal, dan dibangun pertama kali pada tahun 1828.
Dilandasi oleh keinginan untuk dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai peran BI dalam perjalanan sejarah bangsa, termasuk memberikan pemahaman tentang latar belakang serta dampak dari kebijakan-kebijakan BI yang diambil dari waktu ke waktu secara objektif, Dewan Gubernur BI telah memutuskan untuk membangun Museum Bank Indonesia dengan memanfaatkan gedung BI Kota yang perlu dilestarikan. Pelestarian gedung BI Kota tersebut sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang telah mencanangkan daerah Kota sebagai daerah pengembangan kota lama Jakarta. Bahkan, BI diharapkan menjadi pelopor dari pemugaran/revitalisasi gedung-gedung bersejarah di daerah Kota.
Hal inilah yang antara lain menjadi pertimbangan munculnya gagasan akan pentingnya keberadaan Museum Bank Indonesia, yang diharapkan menjadi suatu lembaga tempat mengumpulkan, menyimpan, merawat, mengamankan, dan memanfaatkan aneka benda yang berkaitan dengan perjalanan panjang BI. Saat ini memang telah ada beberapa museum yang keberadaannya mempunyai kaitan dengan sejarah BI, namun museum-museum tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Selain itu, gagasan untuk mewujudkan Museum Bank Indonesia juga diilhami oleh adanya beberapa museum bank sentral di negara lain, sebagai sebuah lembaga yang menyertai keberadaan bank sentral itu sendiri.

Arsitektur Museum Bank Indonesia


Museum Bank Indonesia
Sumber: http://miner8.com/id/5010

Bangunan de Javasche Bank menempati sebuah bangunan bekas rumah sakit Binnenhospitaal, yang berarti rumah sakit dalam (Kota) masa Batavia selama hampir delapan puluh tahun. Semakin lama semakin dirasakan perlu adanya penambahan ruangan baru. Sejak saat itu, mulailah de Javasche Bank meminta Biro Arsitek Ed. Cuypers en Hulswit untuk merencanakan pengembangan bangunan lama. Seluruh proses pembangunan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan de Javasche Bank yang dimulai sejak 1910 hingga 1935.
Gedungnya yang nampak megah dengan arsitektur kolonial, yaitu paduan langgam arsitektur neo-klasik dengan unsur tropis, yang antara lain dicerminkan oleh dinding tembok yang tebal, langit-langit tinggi, pilar-pilar kokoh, jendela-jendela besar –biasanya berdaun ganda dengan kisi-kisi atau lubang angin. Ciri utama dari gedung peninggalan de Javasche Bank adalah tampilnya ragam hias tradisional sebagaimana terdapat pada candi-candi. Sementara, pilar-pilarnya menampilkan detail-detail unik yang berasal dari detail candi Jawa dan Sumatera.

Fasad
Fasad Museum Bank Indonesia
Sumber: (http://jalan2.com/forum/topic/7726-museum-bank-indonesia/) 

a.       Museum Bank Indonesia memiliki gaya arsitektur neo-klasikal, sehingga nilai – nilai historis dapat tercermin pada bangunan ini.
b.      Meskipun bangunannya tua, bangunan tetap terlihat indah dan terawat. Kebersihan pada fasad bangunan pun juga terjaga walaupun berada di lingkungan yang memiliki tingkat polusi yang tinggi.
c.       Ornamen – ornamen klasik dan warna bangunan yang putih membuat keindahan dan kemegahan bangunan ini menjadi vokal point di lingkungan sekitarnya.

Interior Bangunan 
Interior Museum Bank Indonesia
Sumber: (http://miner8.com/id/5010)

a.       Seperti yang terlihat dari fasad bangunan, interior bangunan ini memiliki gaya neo-klasikal atau kolonial.
b.      Penggunaan bahan marmer pada finishing lantai dan dinding membuat suhu ruangan menjadi sejuk dan nyaman.
c.       Ventilasi dan jendela yang lebar membuat ruangan loby mendapatkan pencahayaan alami yang cukup sehingga dapat mengurangi penggunaan cahaya buatan dan menghemat energi.
d.      Interior terlihat menarik dan indah walaupun tanpa diberikan dekorasi atau hiasan ruangan seperti lukisan, vas, dll.

Ruang Display


Ruang Display
Sumber: (http://miner8.com/id/5010)

a.       Pencahayaan pada barang – barang display diarahkan dengan tepat sehingga pengunjung dapat melihat secara jelas barang dan informasi di ruang display tersebut.
b.      Penyajian informasi di ruang display sangat menarik, tidak hanya berupa tulisan tetapi juga berupa gambar, patung dan film-film dokumenter/animasi.
c.       Keamanan barang – barang display sangat terjamin karena barang – barang tersebut dilindungi oleh kotak kaca sehingga penonton dapat melihat tanpa menyentuh. Dan juga ruang display diberikan pembatas ruang gerak untuk pengunjung, alat deteksi dan fire protection.
d.      Ruang display lebih tertutup dibantingkan ruang lainnya untuk menjaga kelembapan barang – barang display.

Kesimpulan  

Gedung ini memiliki klasifikasi pemugaran bangunan golongan A, yaitu harus mempertahankan keaslian seluruh bangunan, dan hingga kini bangunan ini masih terjaga keasliannya, bagunan tua sebagai peninggalan sejarah adalah warisan budaya bangsa, dimana terdapat kearifan tertentu yang sangat berperan sebagai pijakan generasi masa kini dalam membangun masa depan. Tak hanya mewariskan dalam bentuk kasat mata saja, tetapi juga esensi dan kualitas yang terkandung di dalamnya. Peninggalan – peninggalan tersebut harus dijaga sebijaksana mungkin, dalam niat maupun pelaksanaannya.

Sources:

Sabtu, 18 Juni 2016

Konservasi Arsitektur

DEFINISI KONSERVASI


Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam. Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Sedangkan menurut ilmu lingkungan konservasi adalah Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya. 

Konservasi harus meproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.
( Shirvani ; 1984) 

SASARAN KONSERVASI
  • Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian.
  • Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini.
  • Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian.
  • Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi Lingkup Kegiatan.


KATEGORI OBYEK KONSERVASI :
  • Lingkungan Alami (Natural Area)
  • Kota dan Desa (Town and Village)
  • Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)
  • Kawasan (Districts)
  • Wajah Jalan (Street--scapes)
  • Bangunan (Buildings)
  • Benda dan Penggalan (Object and Fragments)

Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

GOLONGAN A
  1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
  2. Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
  3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
  4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.
  5. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.


GOLONGAN B
  1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
  2. Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
  3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan.
  4. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.


GOLONGAN C
  1. Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan.
  2. Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
  3. Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
  4. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.


Peran Arsitek Dalam Pelestarian dan Pemugaran

Internal :
  1. Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi
  2. Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
  3. Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan

Eksternal :
  1. Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
  2. Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
  3. Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
  4. Memberikan contoh - contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.

Contoh Studi Kasus Konservasi Arsitektur

Lawang Sewu, Semarang

Lawang Sewu Awal 1900-an
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu



Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang). Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero. 

Konservasi Bangunan Lawang Sewu
Konservasi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menghambat atau melindungi bangunan dari pengaruh penyebab kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang usia bangunan. Bidang konservasi mempunyai tugas yang penting dalam pemugaran bangunan cagar budaya yaitu sejak sebelum pemugaran, pelaksanaan pemugaran dan setelah pemugaran selesai. Di dalam studi  pemugaran gedung Lawang Sewu ini, bidang konservasi melaksanakan pekerjaan observasi kerusakan bahan bangunan, rencana penanganan termasuk bahan konservasi yang digunakan.
Berdasarkan trilogi teknik konservasi tentang :
  1. Pemahaman tentang kaidah dan estetika konservasi (nasional maupun internasional)
  2. Pemahaman tentang factor-faktor intrinsic dan ekstrinsik penyebab kerusakan dan pelapukan bangunan
  3. Perlakukan metode diagnostic dalam melakukan kajian-kajian teknik konservasi


Gedung Lawang Sewu bagi masyakarat dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang Sewu bagi pengelola bangunan. Menyadari bahwa warisan ini pada dasarnya tak terbarukan (non renewable) dan perlahan tapi pasti akan punah, upaya pelestarian menjadikan para pemerhati yang peduli akan nilai dan manfaat warisan budaya berupaya dan berpikir positif bahwa masyarakat membutuhkan pembelajaran dan pembuktian. PT Kereta Api (persero) dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin dituntut untuk menjadi pelopor di bidang heritage management, salah satunya adalah melestarikan warisan budaya dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya memperkokoh jati diri perusahaan sekaligus sebagai bentuk Corporate Social Responsibility kepada masyarakat.

Elemen Estetika dan Bahan Bangunan
Kantor NIS dihiasi berbagai ornamen karya seniman dan pengrajin terkenal dari Belanda di masa itu. Di ruang penerima terdapat kaca patri buatan JL Schouten dari studio t’ Prinsenhof di kota Delft. Kaca patri ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik utama gedung ini. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi ornament tembikar karya HA Koopman dan dibuat di pembakaran tembikar Joost Thooft dan Labouchere. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu karya L Zijl.
Kecuali batu bada dan kayu, semua bahan bangunan yang dipakai untuk gedung ini (di luar pondasi) diimport dari Eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan dari tambang batu granit di pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granis sebanyak sekitar 350 m3 ini telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan sesuai ukuran dalam gambar, sehingga ketika tiba di Semarang selanjutnya dipasang tanpa perlu ada penyesuaian. Karena sarana transportasi pada masa itu belum secanggih sekarang, sering terjadi kelambatan pengiriman yang pada gilirannya mengganggu jadwal penyelesaian bangunan. Belum lagi kesulitan ketika membongkar di pelabuhan dan membawanya ke lokasi proyek. Terdapat oranamen relief di atas pintu utama. Relief ini menggambarkan rida kereta api bersaya yang sampai masa Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang perusahaan kereta api tersebut. Di atas rida bersayap terdapat relief makare seperti yang ada di candi-candi di pulau Jawa. Tidak diketahui siapa seniman pembuatnya.







Sumber: 
http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-lawang-sewu-dan-kemegahan.html
https://id.wikipedia.org

Minggu, 31 Januari 2016

[Kritik Arsitektur dengan Metode Typical] Green Building

Sebelum masuk pada pembahasan ada baiknya kita memahami apa yang dimaksud dengan 'Kritik Arsitektur dengan Metode Typical' ?
Kritik Typical/ Typical Criticism merupakan sebuah metode kritik yang termasuk dalam Kritik Normatif. Metode ini menggunakan perbandingan. Maksudnya adalah membandingkan obyek yang dianalisis dengan bangunan sejenis lainnya. 

Obyek                                         : Sequis Center
Bangunan Pembanding Sejenis  : Wisma Dharmala / Intiland Tower

a. Sequis Center  Jakarta
Lokasi : Sequis Center Kav 57, Jl. Jend. Sudirman, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Type : Kantor
Arsitek : KPF
Jumlah Lantai : 39 lantai (210 m)
Tahun : Berdiri sejak 1980 (awalnya bernama Widjojo Center)
Pemilik : PT. Persero Realty, Jakarta, Indonesia


Perkantoran yang konstruksinya selesai pada tahun 1980 telah menerapkan operasionalisasi gedung berbasis hijau dengan tolak ukur GREENSHIP Existing Building 1.0 dari Green Building Council Indonesia (GBCI).

Sejak diterapkannya operasional gedung berbasis hijau dengan tolak ukur GREENSHIP Existing Building 1.0, Sequis Center berhasil mencapai penghematan penggunaan listrik hingga 28, 12 persen dari baseline, dan penghematan penggunaan air hingga 28,16 persen. Upaya lain yang dilakukan antara lain material resources and cycle (siklus dan sumber daya material) lewat pengelolaan sampah.

Sequis Center termasuk gedung pertama di Indonesia yang menerapkan konsep bangunan hijau melalui penggunaan bahan GRC (Glassfiber Reinforce Cement) sebagai shading pada fasad bangunan. Keunikan bentuk shading pada fasad gedung ini juga berfungsi mengurangi interaksi langsung sinar matahari yang mendukung efisiensi penggunaan pendingin ruangan.

b. Wisma Dharmala / Intiland Tower
Lokasi : Jl. Jendral Sudirman Kav 32
Type : Kantor
Arsitek : Paul Rudolph (USA)
Jumlah Lantai :26 lantai
Tahun : 1982 - 1986
Pemilik : PT. Intiland Development Tbk
Pengelola : PT. Intiland Development Tbk (IHMP)





Dikenal dengan nama Wisma Dharmala, berganti nama menjadi Intiland Tower. Rudolph menunjukkan kemampuan untuk menciptakan ruang publik dan bagus dalam bangunan yang diatasnya memiliki menara perkantoran besar. Rudolph terinspirasi dari bentuk atap - atap di Indonesia yang memiliki overstek karena merespon iklim tropisnya, sehingga apabila di dalam gedung tidak akan secara langsung diterpa cahaya matahari. Juga terdapat void yang cukup besar sehingga udara sejuk masih terasa di dalamnya tanpa kehujanan saat merasakannya.






Pada perencanaan awal, bangunan ini tidak menggunakan pendingin ruangan. Namun seiring berjalannya waktu dan efek rumah kaca telah memberi panas yang cukup parah dan tidak menentu. Akhirnya bangunan ini menggunakan pendingin ruangan. Hal tersebut tidak berlaku pada koridor bangunan karena udara sejuk masih dapat masuk. Pencahayaan lampu pada siang hari juga tidak diperlukan pada koridor karena cahaya matahari masih dapat masuk tanpa pengguna merasa terik maupun kehujanan.

Struktur yang digunakan menggunakan beton bertulang dan baja.



Kesimpulan:
Intiland Tower bukan merupakan bangunan bersertifikasi GBCI seperti Sequis Center, namun Intiland Tower sudah menerapkan lima dari enam aspek arsitektur hijau. Kedua bangunan ini sama - sama fokus pada tidak adanya penggunaan pendingin ruangan namun pada Intiland Tower pada beberapa ruangan mulai menggunakan pendingin ruangan. Pada Sequis Center penggunaan GRC digunakan sebagai shading yang berfungsi mengurangi interaksi langsung sinar matahari. Jika dilihat dari bangunannya sistem shading yang digunakan sama pada kedua bangunan. Di Indonesia masih belum banyak bangunan ramah lingkungan. Namun dengan adanya bangunan - bangunan seperti Intiland Tower dan Sequis Center diharapkan mampu menjadi contoh agar gedung - gedung lain yang berada di Indonesia, khususnya Jakarta dapat menerapkan Arsitektur Hijau pada bangunan yang sudah maupun nantinya akan didirikan.


Sources:
https://www.wikipedia.org/
https://en.wikiarquitectura.com/index.php/Wisma_Dharmala_Tower
http://properti.kompas.com/read/2015/10/22/180000421/Sequis.Center.Raih.Peringkat.Gold.Bangunan.Hijau?page=all