Laman

Sabtu, 18 Juni 2016

Konservasi Arsitektur

DEFINISI KONSERVASI


Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam. Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Sedangkan menurut ilmu lingkungan konservasi adalah Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya. 

Konservasi harus meproteksi keberadaan lingkungan dan ruang kota yang merupakan tempat bangunan atau kawasan bersejarah dan juga aktivitasnya.
( Shirvani ; 1984) 

SASARAN KONSERVASI
  • Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian.
  • Memanfaatkan obyek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini.
  • Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu, tercermin dalam obyek pelestarian.
  • Menampilkan sejarah pertumbuhan lingkungan kota, dalam wujud fisik tiga dimensi Lingkup Kegiatan.


KATEGORI OBYEK KONSERVASI :
  • Lingkungan Alami (Natural Area)
  • Kota dan Desa (Town and Village)
  • Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor)
  • Kawasan (Districts)
  • Wajah Jalan (Street--scapes)
  • Bangunan (Buildings)
  • Benda dan Penggalan (Object and Fragments)

Berdasarkan Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

GOLONGAN A
  1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.
  2. Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
  3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.
  4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.
  5. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.


GOLONGAN B
  1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
  2. Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
  3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan.
  4. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.


GOLONGAN C
  1. Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan.
  2. Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan.
  3. Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
  4. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.


Peran Arsitek Dalam Pelestarian dan Pemugaran

Internal :
  1. Meningkatkan kesadaran di kalangan arsitek untuk mencintai dan mau memelihara warisan budaya berupa kawasan dan bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi
  2. Meningkatkan kemampuan serta penguasaan teknis terhadap jenis-jenis tindakan pemugaran kawasan atau bangunan, terutama teknik adaptive reuse
  3. Melakukan penelitian serta dokumentasi atas kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan

Eksternal :
  1. Memberi masukan kepada Pemda mengenai kawasan-kawasan atau bangunan yang perlu dilestarikan dari segi arsitektur.
  2. Membantu Pemda dalam menyusun Rencana Tata Ruang untuk keperluan pengembangan kawasan yang dilindungi (Urban Design Guidelines)
  3. Membantu Pemda dalam menentukan fungsi atau penggunaan baru bangunan-bangunan bersejarah atau bernilai arsitektural tinggi yang fungsinya sudah tidak sesuai lagi (misalnya bekas pabrik atau gudang) serta mengusulkan bentuk konservasi arsitekturalnya.
  4. Memberikan contoh - contoh keberhasilan proyek pemugaran yang dapat menumbuhkan keyakinan pengembang bahwa dengan mempertahankan identitas kawasan/bangunan bersejarah, pengembangan akan lebih memberikan daya tarik yang pada gilirannya akan lebih mendatangkan keuntungan finansial.

Contoh Studi Kasus Konservasi Arsitektur

Lawang Sewu, Semarang

Lawang Sewu Awal 1900-an
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu



Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang). Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero. 

Konservasi Bangunan Lawang Sewu
Konservasi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menghambat atau melindungi bangunan dari pengaruh penyebab kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang usia bangunan. Bidang konservasi mempunyai tugas yang penting dalam pemugaran bangunan cagar budaya yaitu sejak sebelum pemugaran, pelaksanaan pemugaran dan setelah pemugaran selesai. Di dalam studi  pemugaran gedung Lawang Sewu ini, bidang konservasi melaksanakan pekerjaan observasi kerusakan bahan bangunan, rencana penanganan termasuk bahan konservasi yang digunakan.
Berdasarkan trilogi teknik konservasi tentang :
  1. Pemahaman tentang kaidah dan estetika konservasi (nasional maupun internasional)
  2. Pemahaman tentang factor-faktor intrinsic dan ekstrinsik penyebab kerusakan dan pelapukan bangunan
  3. Perlakukan metode diagnostic dalam melakukan kajian-kajian teknik konservasi


Gedung Lawang Sewu bagi masyakarat dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang Sewu bagi pengelola bangunan. Menyadari bahwa warisan ini pada dasarnya tak terbarukan (non renewable) dan perlahan tapi pasti akan punah, upaya pelestarian menjadikan para pemerhati yang peduli akan nilai dan manfaat warisan budaya berupaya dan berpikir positif bahwa masyarakat membutuhkan pembelajaran dan pembuktian. PT Kereta Api (persero) dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin dituntut untuk menjadi pelopor di bidang heritage management, salah satunya adalah melestarikan warisan budaya dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya memperkokoh jati diri perusahaan sekaligus sebagai bentuk Corporate Social Responsibility kepada masyarakat.

Elemen Estetika dan Bahan Bangunan
Kantor NIS dihiasi berbagai ornamen karya seniman dan pengrajin terkenal dari Belanda di masa itu. Di ruang penerima terdapat kaca patri buatan JL Schouten dari studio t’ Prinsenhof di kota Delft. Kaca patri ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik utama gedung ini. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi ornament tembikar karya HA Koopman dan dibuat di pembakaran tembikar Joost Thooft dan Labouchere. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu karya L Zijl.
Kecuali batu bada dan kayu, semua bahan bangunan yang dipakai untuk gedung ini (di luar pondasi) diimport dari Eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan dari tambang batu granit di pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granis sebanyak sekitar 350 m3 ini telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan sesuai ukuran dalam gambar, sehingga ketika tiba di Semarang selanjutnya dipasang tanpa perlu ada penyesuaian. Karena sarana transportasi pada masa itu belum secanggih sekarang, sering terjadi kelambatan pengiriman yang pada gilirannya mengganggu jadwal penyelesaian bangunan. Belum lagi kesulitan ketika membongkar di pelabuhan dan membawanya ke lokasi proyek. Terdapat oranamen relief di atas pintu utama. Relief ini menggambarkan rida kereta api bersaya yang sampai masa Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang perusahaan kereta api tersebut. Di atas rida bersayap terdapat relief makare seperti yang ada di candi-candi di pulau Jawa. Tidak diketahui siapa seniman pembuatnya.







Sumber: 
http://ilmuhumaniora.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-lawang-sewu-dan-kemegahan.html
https://id.wikipedia.org